Kamis, 17 Maret 2011

GETSEMANI

            Getsemani adalah nama taman di kaki bukit Zaitun, dekat Yerusalem. Di taman Getsemani ini, Yesus berdoa semalaman dengan pergumulan yang begitu hebat dan berat sebelum Ia disalib. Selain dicatat dalam Matius 26:36-46, pergumulan Yesus di Getsemani dicatat juga dalam Markus 14:32-42 dan Lukas 22:39-46. Hal ini mau mengindikasikan bahwa peristiwa Yesus di Getsemani begitu penting, sehingga ketiga penulis Injil mencatatnya dengan penekanan yang berbeda-beda.
Bagaimanakah ketiga penulis Injil menggambarkan pergumulan Yesus yang begitu hebat itu? Lukas mengutarakan bahwa Yesus sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Matius dan Markus menekankan bahwa perasaan Yesus sangat sedih, gundah-gulana, seperti mau mati. Pada intinya, ketiga penulis Injil berusaha dan mencoba melukiskan pergumulan yang tak terkatakan itu.
Di sisi lain, Yesus sebenarnya punya keinginan agar Bapa membebastugaskan-Nya dari pekerjaan yang begitu berat ini. Tetapi di dalam permohonan dan pergumulan-Nya ini, Ia mengembalikan semuanya kepada kehendak Bapa-Nya yang di sorga. Yesus menang mengalahkan ego serta keinginan-Nya dan Ia tetap taat. Kemenangan Yesus di Getsemani sebenarnya telah menjadi kemenangan-Nya menanggung derita, penyiksaan dan bahkan penyaliban. Karena itu, ketika Yesus dicaci-maki, disiksa dan kemudian disalib, Yesus dapat menjalani semua itu dengan tenang.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita pernah mengalami pergumulan yang begitu berat? Seperti yang Yesus alami? Yesus menang atas pergumulan itu, karena Ia mau taat, bahkan taat sampai mati. Marilah kita belajar taat dan menyerahkan pergumulan yang kita hadapi kepada Allah. (hr_do)       

Kamis, 10 Maret 2011

Mencintai Hingga Terluka

Lukas 13:34-35

Dalam mitologi Yunani, Eos yang adalah sang Dewi abadi jatuh cinta kepada Tithonos seorang manusia biasa. Karena cintanya yang demikian besar, Dewi Eos memohon agar Dewa Zeus memberi hidup abadi kepada Tithonos sang kekasih. Permohonan tersebut dikabulkan, namun sang Dewi lupa untuk memohon juga tubuh yang abadi untuk Tithonos. Tithonos semakin tua dan rentan dengan penyakit. Ia tetap hidup, namun hidupnya penuh penderitaan.
       Dari kisah ini, keegoisan cinta sang Dewi Eos yang menginginkan Tithonos sama seperti dirinya, yaitu hidup abadi, sebenarnya telah mengorbankan hidup Tithonos. Tithonos terus- menerus menanggung derita dan kesakitan karena keadaan tubuhnya yang fana.
          Dalam tradisi iman Kristen, Yesus melakukan hal yang sebaliknya dari apa yang dilakukan oleh Dewi Eos. Yesus berkorban untuk manusia yang dicintainya. Yesus mau menjadi manusia. Bahkan menjadi seorang hamba demi melayani dan menebus dosa manusia. Bukan hanya itu, karena cinta-Nya, Yesus menderita. Cinta-Nya ditolak, Ia dianiaya, namun Ia tetap mencintai dan mau berkorban hingga terluka.
          Melalui renungan warta minggu ini, jemaat diajak untuk kembali memaknai teladan cinta yang sudah Yesus berikan untuk manusia. Bukan cinta yang bulus, tetapi tulus. Cinta yang rela berkorban, bukan mencari korban. (hr_do)