Sabtu, 28 Januari 2012

MALAM KEBERSAMAAN DAN PERENUNGAN
" MELANGKAH BERSAMA TUHAN "
Sabtu, 31 Desember 2011
Pukul 18.00 WIB s/d selesai

PERSIAPAN (Sabtu pagi & siang)

Bagian Cuci-mencuci







Lidi untuk tusuk sate












Kacang tanah












Daging ayam











Panggangan Sate







Bagian Potong-memotong







Daging sapi 






Daging ayam 










Dibumbui... hmm... baunya sedap




Bagian Kupas-mengupas & Bersih-Bersih







Bawang-bawangan








Cabe-cabean




Bagian Ulek-mengulek






Bumbu-bumbu











Bawang Putih






Tempe Mendoan ala Kartini







Mantapsss tempenya, bu!








Calon Tempe Mendoan










" Sate Keroyokan "
Kekompakan adalah ciri khas Pos Kartini. Kompak dalam segala hal termasuk dalam hal .... membuat sate ... 



dan juga dalam perkara makan... 



Bapak-bapak tidak mau kalah dalam hal bergotong-royong dan kekompakan



         MALAM KEBERSAMAAN DAN PERENUNGAN

Kesaksian Pengalaman 'Melangkah Bersama Tuhan'







Kesaksian Pujian




Pengunjung





Bersama-sama menikmati & mensyukuri berkat hidangan mataru





Kehebohan para tukang sate Kartini




Satenya 5 tusuk, asapnya yang banyak ya ; )


Menikmati hidangan di tengah 'kabut' asap

Menggoreng-goreng Tempe Mendoan



Photos by Luki F. Hardian & Keke M. Yohanes

Renungan Warta Minggu-5 Januari 2012

Kristus Sebagai Kepala Tubuh
(Efesus 4:1-16)


            Sebutlah “Anugerah”. Pertemuan saya dengannya meninggalkan kesan yang mendalam. Ia tinggal di Rumah bagi Orang-Orang Cacat yang dikelola oleh Palang Merah Singapura. Segelintir orang tinggal di sana karena bekerja sebagai perawat. Namun, sebagian besar, termasuk Anugerah, tinggal di sana karena mereka terlahir cacat. Anugerah adalah salah satu penghuni rumah tersebut yang hanya dapat terbaring di atas tempat tidurnya. Kemampuannya hanyalah ini: bernafas, mengedipkan mata, dan menggerakkan kepala dan mulutnya. Otaknya yang cacat sejak lahir adalah penyebabnya.  

Memang kepala adalah bagian tubuh yang sangat vital. Di sinilah letak otak, pusat sistem syaraf, yang dapat dikatakan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan. Artinya, dengan melihat bagaimana seseorang hidup, kita dapat mengetahui apakah otak orang tersebut berfungsi dengan baik atau tidak. Saya, atau siapa pun juga, dapat dengan mudah memastikan bahwa otak Anugerah tidak berfungsi dengan baik ketika melihat dirinya yang hanya bisa terbaring di atas tempat tidur. Singkatnya, dengan melihat bagaimana seseorang hidup, kita dapat mengetahu “jenis” otaknya, baik atau tidak.

Orang-orang yang hidup di sekitar masa ditulis dan diedarkannya surat Efesus juga memiliki pemahaman yang hampir sama. Kita menyebutnya “otak”, mereka menyebutnya “kepala”. Di dalam pemahaman mereka, kepalalah yang memiliki otoritas atas segala sesuatu yang tubuh lakukan. Kepala adalah pusat kontrol. Segala sesuatu yang tubuh lakukan adalah cerminan dari apa yang dikehendaki oleh kepala. Tubuh pasti menaati apa yang kepala inginkan. Rasul Paulus menggunakan konsep ini untuk menggambarkan relasi antara Yesus Kristus dan Gereja-Nya. Kristus adalah sang Kepala Gereja. Melalui konsep ini, sang Rasul hendak menekankan bahwa Gereja sebagai tubuh Kristus seharusnya hidup dan bergerak seirama dengan irama Kristus.

Kita patut bersyukur bahwa nama jemaat lokal kita, menurut saya, adalah nama yang sangat ideal: “Gereja Kristus”. Secara teologis, memang tidak ada Gereja yang bukan Gereja Kristus. Namun, jangan senang dulu. Kita seharusnya bertanya: Ketika dunia melihat Gereja Kristus, akankah mereka melihat Kristus sang Kepala Gereja? Apakah program-program gereja, alokasi anggaran gereja, serta sikap hidup kita sudah semata-mata dikendalikan oleh apa yang Kristus kehendaki? Sudahkah kita sungguh-sungguh bergumul dan bertanya apa yang sesungguhnya Kristus inginkan atas Gereja Kristus Bogor? Ataukah kita bersikap pragmatis dan hanya sekadar melakukan dan meneruskan apa yang sudah ada sejak dahulu tanpa bertanya apakah ini yang masih Kristus ingin kita kerjakan pada masa kini? Apakah Gereja Kristus sedang berjuang mati-matian untuk “bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”? (ay. 15) Jika tidak, maka eksistensi Gereja Kristus Bogor hanyalah sebuah ironi yang mencemarkan nama Kristus, sang Kepala Gereja. (ap)

Kamis, 26 Januari 2012

Renungan Warta Minggu-4 Januari 2012

Yang Sempurna Hadir Melalui yang Tidak Sempurna
(Mat 4:18-22)


        Ada berbagai alasan yang acap kali dikemukakan oleh orang-orang yang mengaku Kristen untuk tidak mau melibatkan diri di dalam pelayanan. Salah satunya adalah merasa diri tidak sempurna. Di satu sisi, ini adalah sesuatu yang positif. Di balik sikap seperti ini ada sebuah asumsi bahwa pelayanan bukanlah sesuatu yang dapat dianggap remeh. Ada standar tertentu yang perlu dijunjung tinggi. Namun, di sisi lain, sikap ini dapat menjadi negatif. Jika menantikan kesempurnaan, siapakah yang layak untuk melayani dan kapankah kita akan mulai melayani?
Bacaan kita hari ini mengingatkan kita bahwa Allah, di dalam anugerah-Nya yang besar, berkenan untuk memanggil manusia-manusia yang tidak sempurna untuk menggenapi rencana-Nya. Siapakah Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes yang dipanggil Yesus untuk menjadi para rasul-Nya? Mereka adalah para penjala ikan (ay. 18, 21) yang kehidupannya terkenal keras. Karena itu, tidaklah heran jika mereka adalah orang-orang yang berkarakter keras dan kasar. Hal ini sama sekali tidak ditutup-tutupi oleh para penulis Kitab Suci. Misalnya, Lukas mencatat sikap Yakobus dan Yohanes yang dapat dikategorikan barbar ketika mereka berniat membinasakan orang-orang Samaria yang menolak Yesus (Luk 9:54). Yesus pun menegur mereka (Luk 9:55). Demikian juga dengan Petrus yang ditegur Yesus ketika ia, tanpa berpikir panjang, menggunakan kekerasan dan menebas telinga kanan Malkhus untuk membela Yesus (Yoh 18:10). Petrus yang tampaknya gagah berani ini juga pernah gagal ketika ia terang-terangan menyangkal Yesus (Luk 22:57-60). Ini hanyalah beberapa contoh yang menggambarkan betapa tidak sempurnanya orang-orang pilihan Tuhan.
            Namun, melalui orang-orang yang tidak sempurna inilah kita telah dimungkinkan untuk menjadi para pengikut Kristus. Tanpa kesaksian para rasul kita tidak akan pernah bisa mengenal Yesus. Allah yang sempurna telah memilih untuk hadir melalui manusia-manusia yang tidak sempurna, termasuk Saudara dan saya. Artinya, ketidaksempurnaan kita seharusnya sama sekali tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mengambil bagian di dalam pekerjaan Tuhan. Namun, di sisi lain, Tuhan pun menghendaki kita untuk menjadi sempurna sama seperti Bapa Sorgawi yang sempurna (Mat 5:48). Inilah salah satu paradoks di dalam iman Kristen. Terimalah dengan lapang dada ketidaksempurnaan kita di hadapan Tuhan. Namun, di saat bersamaan, berjuanglah mati-matian untuk menjadi sempurna sama seperti Allah yang kita sembah adalah sempurna. (ap)  
             

Jumat, 20 Januari 2012

Renungan Warta Minggu-3 Januari 2012


Dipanggil, Dibentuk, dan Diutus
(Yoh 1:29-42)


            Mengapa Anda mau menjadi seorang Kristen? Mungkin kebanyakan orang yang mengaku Kristen akan menjawab, “Karena saya mau masuk Sorga!” Tidak dapat dipungkiri, memang “kepastian keselamatan” adalah salah satu daya tarik kekristenan. Siapa sih yang tidak mau dijamin selamat? Tapi, sayangnya, “masuk Sorga” bukanlah tujuan utama Tuhan memanggil kita. Iman Kristen bukanlah iman egoistis yang berpusat pada diri sendiri dan mengutamakan kepastian keselamatan di atas segalanya. Sangat jauh dari itu! Apa buktinya? Bukalah dan bacalah Kitab Suci. Cobalah temukan dan hitung berapa banyak ayat Alkitab yang berbicara mengenai “masuk Sorga” atau “kepastian keselamatan”. Persentasenya tidaklah besar!
            Yang kita temukan berulang kali adalah bagaimana nenek moyang kita dipanggil, dibentuk, dan diutus oleh Tuhan untuk melakukan berbagai pekerjaan yang telah Tuhan percayakan kepada mereka. Pada mulanya Adam dan Hawa dipanggil dan ditugaskan Allah untuk mengelola bumi beserta segala isinya (lih. Kej 1:26-28). Abraham, yang disebut bapa orang beriman, dipanggil Allah untuk menjadi bapa sejumlah besar bangsa dan memberkati mereka melalui dirinya (lih. Kej 17). Para nabi dipanggil Tuhan untuk memberitakan berita penghakiman, pengharapan, dan pemulihan kepada bangsa Israel di berbagai episode perjalanan hidup mereka. Bacaan kita hari ini mencatat bahwa Yohanes dipanggil dan diutus untuk membaptis dengan air, mempersiapkan jalan, dan memberikan kesaksian tentang Yesus, sang Anak Domba Allah (ay. 31, 33. Lihat juga Mat 3:3, Mrk 1:1-4, Luk 3:3-7). Singkatnya, selalu ada tugas yang dipercayakan Tuhan kepada setiap orang percaya. Artinya, setiap orang Kristen (baca: pengikut Kristus) dipanggil Tuhan bukan untuk berleha-leha dan sekadar memanaskan bangku gereja setiap hari Minggu!
            Kita semua, tanpa terkecuali, diutus Tuhan untuk menghadirkan Kerajaan Allah di atas muka bumi ini. Tugas ini mencakup membawa orang lain kepada Yesus, seperti yang dilakukan oleh Andreas (ay. 42a), dan merembesi setiap sudut kehidupan kita dengan nilai-nilai kerajaan Allah. Bagi sebagian orang, mungkin ini berarti melakukan bisnis yang bukan sekadar profit-oriented, melainkan juga memikirkan bagaimana menguntungkan para pelanggan, meningkatkan kesejahteraan banyak orang, dan tidak menindas kaum papa. Sedangkan bagi sebagian lainnya, mungkin ini berarti menjadi seorang ibu rumah tangga yang berdedikasi penuh sehingga suami dan anak-anak mereka ditolong untuk dapat menjalani panggilan Tuhan dengan baik dan setia di berbagai kegiatan yang mereka lakukan. Bagaimana dengan Anda? (ap)

             

Selasa, 10 Januari 2012

Renungan Warta Minggu-2 Januari 2012


Dipilih untuk Memberitakan Kasih
(Mat 3:13-17)


            Di dalam Tradisi Gereja, tanggal 6 Januari diperingati sebagai hari raya Epifani. “Epifani” berasal dari kata Yunani “πιφάνεια” (baca: epiphaneia) yang secara harafiah berarti “manifestasi" atau "penampakan”. Hari raya Epifani merupakan salah satu hari raya tertua yang dirayakan oleh Gereja Tuhan. Pada mulanya hari raya ini bertujuan untuk untuk memperingati peristiwa pembaptisan Yesus oleh Yohanes yang dicatat di dalam bacaan Alkitab kita hari ini. Peristiwa ini merupakan penyataan dan manifestasi diri Yesus sebagai Anak Allah (ay. 17) serta menandakan awal dari masa pelayanan-Nya. Yesus adalah yang dipilih Allah Bapa untuk mengekspresikan secara sempurna kasih-Nya yang begitu besar akan dunia ini melalui penderitaan, penyaliban, dan kematian Yesus (bdk. Yoh 3:16).
            Selain memperingati peristiwa pembaptisan Yesus, pada hari raya Epifani juga (atau pada hari Minggu setelah tanggal 6 Januari, yaitu jatuh tepat pada hari ini, 8 Januari 2012) biasanya umat Tuhan diajak untuk mengingat peristiwa pembaptisan diri mereka masing-masing. Karena itu, sangatlah tepat jikalau pada hari ini kita sama-sama mengingat hari di mana kita dibaptis, hari di mana kita menerima anugerah-Nya dan dihisap menjadi bagian dari umat pilihan Allah.
            Ketika mengingat hari istimewa ini, setidaknya ada sebuah respons yang sudah sepatutnya keluar secara alamiah dari diri kita, yaitu ucapan syukur. Bukan kita yang memilih Allah, tetapi Allah yang memilih kita (bdk. Yoh 15:16). Jikalau kita mampu memutuskan untuk percaya dan menyerahkan diri kita kepada Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat kita, itu semata-mata karena anugerah Allah yang menghidupkan kita dan memampukan kita untuk melakukannya. Sudah sepatutnyalah syukur terucap dari mulut para penerima anugerah yang sesungguhnya tidak layak ini. Dan tentunya seperti ada pepatah mengatakan, “Actions speak louder than words” (tindakan kita berbicara lebih keras dibandingkan dengan perkataan kita), maka sudah sewajarnyalah ucapan syukur ini kita ungkapkan melalui tindakan kita. Yesus yang kita ikuti dan sembah adalah Yesus yang menyangkal diri, memikul salib, menderita hingga mati karena kasih-Nya kepada umat manusia. Dan Ia memanggil kita, orang-orang yang telah dibaptis di dalam kematian-Nya (lih. Rm 6:3), untuk menyangkal diri, memikul salib, menderita hingga mati untuk memberitakan kasih Allah yang dalamnya tak terselami itu. Inilah ungkapan syukur sejati yang akan membuktikan dan meneguhkan bahwa kitalah umat pilihan Allah, umat yang begitu dikasihi Allah dan dipilih Allah untuk memberitakan kasih-Nya. (ap)