Berbicara tentang hal yang “baik”, apa itu yang “baik? Dan bagaimana yang “baik” itu? Tentu dapat menimbulkan perdebatan. Apa yang baik menurut saya, belum tentu baik bagi saudara. Demikian juga, apa yang baik menurut pandangan kita, belum tentu baik bagi Allah.
Dalam teks Yesaya 43:16-21 digambarkan bagaimana umat tidak memahami kebaikan yang Allah perbuat ketika umat berada di Babel. Mereka mengeluh dengan nasib yang mereka alami sebagai bangsa terjajah. Mereka terus bersedih karena mengenang ketika mereka keluar dari Mesir sebagai orang yang merdeka.
Yesaya dalam bagian ini mengingatkan umat bahwa Allah masih dapat melakukan perkara yang lebih besar dari apa yang pernah mereka alami di Mesir. Tindakan Allah memperlakukan umat demikian tentu ada maksudnya, yaitu agar umat semakin dewasa dan hidup berkenan kepada-Nya. Di tengah pengalaman pahit dan tidak menyenangkan, umat diuji untuk tetap berharap dan setia kepada Tuhan. Dalam ayat 21, Allah menegaskan bahwa umat yang telah Ia bentuk akan memberitakan kemasyuran-Nya. Artinya bahwa dibalik pembentukan yang menyakitkan, Allah mempersiapkan umat untuk menerima perkara yang lebih besar.
Saudara, apakah saudara sedang mengalami pergumulan berat? Bertanya, apa maksud Tuhan dengan semua ini? Renungan warta minggu ini mengingatkan kita, bahwa Allah memakai hal-hal pahit untuk menyatakan perkara yang lebih besar kepada kita, seperti yang Yesus alami melalui pergumulan, penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya. (hr_do)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar