Senin, 16 April 2012

Renungan Warta Minggu-3 April 2012


Tuhan Menampakkan Diri dalam Kebaikan yang Diperbuat-Nya
(Yesaya 25:6-9; Lukas 24:13-49)

Kegelapan membutuhkan cahaya. Kebodohan membutuhkan pencerahan. Pikiran yang terselubung membutuhkan pengungkapan atau penyataan tentang kebenaran. “Seperti katak dalam tempurung.” Kita sering mendengar peribahasa ini yang dipakai untuk menjelaskan bahwa pemahaman kita dibatasi oleh pikiran, perasaan, pengalaman, dan logika yang terbatas. Ketika “tempurung” diangkat, maka kita akan menyadari bahwa ada pemahaman yang baru dan lebih luas.

Dalam perjalanan menuju Emaus dua orang murid Yesus berdiskusi tentang segala sesuatu yang terjadi dalam tiga hari terakhir, yaitu peristiwa penyaliban, kematian dan kebangkitan Yesus. Meski Yesus sudah mengatakan tiga kali tentang penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya, mereka tetap tidak mengerti dan tetap memegang pemahaman dan pengharapan yang keliru terhadap Yesus. Mereka percaya bahwa Yesus adalah nabi dan Mesias yang akan membawa kelepasan dan pembebasan politik bagi bangsa Israel. Pemahaman dan pengharapan mereka, yaitu “tempurung” mereka, dibingungkan oleh realitas yang terjadi bahwa Yesus yang sudah mati ternyata sekarang sudah bangkit dari antara orang mati. Murid-murid Yesus yang lain juga mengalami kegalauan yang sama.

Yesus mengerti kesulitan mereka. Ia mendatangi dan terlibat diskusi untuk menjelaskan segala isi Kitab Suci tentang Dia. Ia juga membuka mata hati mereka sehingga mereka dapat melihat dan mengerti maksud seluruh rencana dan kehendak Allah, bahwa “Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya” (Luk. 24:26). Kebaikan Allah dinyatakan dengan “mendatangi” dan “membuka mata,” serta untuk memberikan damai sejahtera bagi murid-murid-Nya. Kita mengakui bahwa pikiran dan perasaan manusia tidak akan mampu untuk memahami pekerjaan Allah, yakni Yesus yang sudah mati dan yang sudah bangkit, kecuali Allah berinisitaif lebih dahulu dengan mendatangi dan membuka mata hati manusia.

Nats ini mengingat kita untuk selalu selalu rendah hati dan tidak menganggap banyak tahu tentang Allah dan pekerjaan-Nya, namun kita juga tidak boleh ragu-ragu dengan perkataan Allah di dalam Kitab Suci. Kita tidak dapat meletakkan diri Allah dan pekerjaan-Nya dalam “tempurung” kita yang hina, seakan-akan itulah Allah dan pekerjaan-Nya. Marilah kita membiarkan Allah datang dan membuka mata hati untuk berbicara di dalam diri kita tentang diri-Nya dan pekerjaan-Nya. Marilah kita bersyukur karena kebaikan Allah yang bekerja di dalam diri kita akan menjadikan kita sebagai kebaikan Allah bagi orang lain. (RH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar